Rabu, 28 Juli 2010

Potensi Tepung Lokal

Guna mensukseskan program ketahanan pangan secara nasional, perlu didukung dengan program pemanfaatan hasil pertanian lokal dengan mempertimbangkan ketersediaan pangan yang cukup serta nilai gizi yang terkandung dalam bahan memadai. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang semakin besar setiap tahunnya serta konsumsi produk-produk pangan berbasisi tepung gandum (terigu) seperti : kue, roti, mie, menyebabkan permintaan terhadap beras dan gandum akan terus meningkat dan semakin berat untuk memenuhinya, karena keterbatasan produksi dan ketergantungan akan impor produk tersebut.

Untuk itu pemanfaat produk pertanian lokal sumber karbohidrat (umbi-umbian, biji-bijian/padi-padian, buah-buahan dan sagu) untuk diolah menjadi bentuk tepung bertujuan selain mendukung ketahanan pangan, juga bertujuan untuk meningkatkan keanekaragaman jenis makanan, meningkatkan kadar gizi makanan serta yang terpenting adalah untuk lebih memanfaatkan dan mendayagunakan produk pertanian lokal, sehingga tidak tergantung dengan produk impor.

Dalam Pola Pangan Harapan (PPH) tahun 2000, telah ditetapkan bahwa kontribusi bahan pangan bagi penduduk Indonesia, khususnya dan biji-bijian 313 kal dan umbi-umbian 210 kal. bersumber dari umbi-umbian adalah sebesar 91,12 g/kapita/hari; sementara kebutuhan kalori yang ideal adalah sebesar 1.612 kal/perkapita/hari, yang dapat dipenuhi dari beras 680 kal, gula 219 kal, lemak dan minyak 354 kal, sayur, buah

Tepung merupakan bentuk olahan dari produk-produk hasil pertanian sumber karbohidrat, yang sudah lama dikenal oleh masyarakat, karena dengan mengolah menjadi tepung, produk tersebut menjadi lebih awet, mudah ditangani dan mudah untuk diaplikasikan ke berbagai bentuk produk olahan. Kandungan terbesar dalam tepung dari produk hasil pertanian sumber karbohidrat adalah pati. Proses gelatinisasi (berubah bentuk menjadi gel) dan retrogradasi (proses penggabungan kembali komponen pati untuk membentuk suatu kristal) tepung merupakan bagian terpenting yang dapat mempengaruhi terjadinya perubahan pada beberapa sifat dari sebuah produk pangan berbasis pati. Tingkat gelatinisasi dan laju retrogradasi secara signifikan berpengaruh pada tekstur dan umur simpan tepung.

4 komentar:

  1. Tepung lokal berpotensi untuk men-substitusi terigu, sehingga produk-produk olahan dari tepung-tepungan akan lebih bervariasi dan lebih menyehatkan serta lebih murah

    BalasHapus
  2. Salam Kenal saya agus domisili di Mojokerto dan bergerak dibidang rumput laut dari Bima. Mengingat potensi umbi gadung yg melimpah di sana, apa ada penelitian atau cara membuat tepung dari bahan umbi gadung dan bagaimana kandungan nutrisinya? mohon info terima kasih.

    BalasHapus
  3. Untuk mas Agus di Mojokerto, sementara ini belum ada staf kami yang melakukan penelitian tentang tepung gadung. Pada prinsipnya proses pembuatan tepung lokal adalah sama, dimana untuk umbi-umbian perlu dibuat chips (irisan-irisan tipis, agar mempercepat pengeringan), dikeringkan, kemudian digiling dan diayak, jadilah tepung. Hanya permasalahan pada gadung adalah pada kandungan senyawa alkaloid di dalamnya perlu dihilangkan. Ada banyak cara untuk menghilangkannya, salah satunya dapat anda lihat di http://www.wawasandigital.com/index.php?option=com_content&task=view&id=14475&Itemid=62
    Terima kasih atas perhatiannya

    BalasHapus
  4. Nice share ^^
    Mengganti beras yang telah menjadi makanan pokok Indonesia agak sulit untuk dilakukan.
    Namun mengurangi konsumsi gandum, terutama pada tepung dapat dikurangi. Yaitu dengan cara mensubtitusinya dengan tepung berbahan dasar lokal. Seperti di lingkungan saya telah banyak produk pangan yang merupakan hasil substitusi. Seperti Muffin dari tepung ubi jalar, brownies dari tepung singkong, dan mie dari tepung jagung..
    Menarik untuk menggali potensi pangan lokal :)

    BalasHapus