Sabtu, 04 Desember 2010

MOU & PELATIHAN OLAHAN PISANG DI KAB. DEMAK

  Pada hari Selasa, 30 November 2010 sekitar jam 10.00 WIB bertempat di Balai Kecamatan Karangawen-Kabupaten Demak, telah ditandatangani naskah kerjasama (MOU) antara Dekan Fakultas Teknologi Pertanian & Peternakan-Universitas Semarang (Ir. Rohadi, MP) dengan Kepala Kantor Ketahanan Pangan-Kabupaten Demak (Wahyudi, SP,MP) dalam rangka Mengembangkan Potensi Pangan Lokal di Kabupaten Demak.
Dalam kesempatan tersebut juga diadakan Pelatihan/Demo Olahan Pisang oleh Tim BKPA-USM (Ir. Adi Sampurno, MSi; Ir.Haslina, MSi; Teti Susilowati, SE dan Arya Wibawa, SPt) dengan materi : Teori & Teknik Pembuatan tepung pisang; nugget buah pisang; kue bandung (mini) tepung pisang dan kue bolu tepung pisang. Pelatihan diikuti oleh perwakilan ibu-ibu dari Tim Penggerak PKK Kecamatan; Kelompok Wanita Tani; Staf Kecamatan dan kantor Ketahanan Pangan-Kabupaten Demak. Tanaman pisang banyak terdapat di wilayah kabupaten Demak, tetapi pemanfaatannya selama ini belum maksimal, karena selama ini buah pisang hanya dimanfaatkan dalam bentuk segar atau dibuat camilan, seperti keripik pisang, terutama untuk pisang yang tidak umum dikonsumsi dalam bentuk segar atau harga jualnya murah., seperti pisang Kepok Gablok, Raja Nangka, Belitung, dll. Apalagi pada waktu musim panen raya, harganya sangat rendah/murah dan kurang terserap oleh pasar, sehingga banyak yang rusak/busuk. Harapannya setelah pelatihan tersebut, potensi pangan lokal-khususnya buah pisang-dapat lebih dikembangkan dan didayagunakan, sehingga nilai ekonomis dan nilai gunanya bisa meningkat. Karena dengan diolah menjadi tepung, maka dapat diaplikasikan menjadi berbagai produk pangan (roti, kue, bubur, nugget, dll), serta dapat disimpan lama/awet; disamping itu harga jualnya menjadi lebih mahal.
Kedepan, potensi sumber pangan lokal lainnya yang ada di kabupaten Demak dapat lebih didayagunakan dan lebih disosialisasikan ke masyarakat sebagai sumber pangan, sehingga kemandirian pangan dapat tercapai dengan memanfaatkan atau berbasis pangan lokal, tanpa harus mengandalkan pangan dari impor (ads)

Sabtu, 27 November 2010

SUBSTITUSI TEPUNG SUKUN PADA OLAHAN PANGAN

    Salah satu agenda penting kebijakan pemerintah dibidang pangan adalah terwujudnya ketahanan pangan masyarakat yang dinamis dari waktu ke waktu. Ketahanan pangan mengandung 3 unsur utama : (1) Penyediaan pangan (availability), (2) Keterjangkauan pangan (accessibility) secara ekonomi dan fisik serta (3) Stabilitas (stability) ketersediaan.
    Dalam konteks ketahanan pangan, maka program penganekaragaman (diversifikasi) pangan sangatlah relevan, bahkan terasa sangat penting, mengingat saat ini sebagian besar masyarakat, khususnya di Jawa Tengah, masih tergantung pada salah satu bahan makanan pokok, yaitu beras. Disisi lain terdapat kecenderungan pola konsumsi beras per kapita sedikit menurun. Namun keadaan ini bukan disebabkan oleh "keberhasilan program diversifikasi pangan lokal", melainkan karena adanya pergeseran pola konsumsi ke gandum (terigu).
     Di Jawa Tengah banyak ditemukan jenis bahan pangan sumber karbohidrat, baik yang berbasis biji-bijian, umbi-umbian, maupun buah-buahan. Namun tidak semua jenis tersebut layak dan prospektif untuk dikembangkan sebagai bahan pangan sumber karbohidrat non beras dan non terigu, dikarenakan pertimbangan kemudahan/ketersediaan, ekonomis, disukai konsumen dan aplikatif pada produk olahan pangan. Dari hasil survei lapangan dan telaah pustaka setidaknya ada 10 jenis bahan pangan sumber karbohidrat yang layak dan prospektif untuk dikembangkan . Dari sejumlah itu salah satu diantaranya yaitu buah Sukun (Arthocarpus communi). Mengapa buah Sukun? Karena fakta menunjukkan bahwa buah sukun (Bread fruits) komposisi tepungnya mengandung Protein 4-5%, Lemak 2,7-3,5%, Karbohidrat 81-83% dan Pati 76% fraksi dominan adalah amilopektin 82%. Kualitas nutrisinya setara dengan beras dimana kandungan Protein 3-4% dan Karbohidrat 82-85%; sedikit di bawah komposisi nutrisi terigu dengan kandungan Protein 7-18% dan Karbohidrat 83-88%. Data statistik menunjukkan bahwa produksi sukun di Jawa Tengah mencapai 8.439 ton tahun 2004 meningkat menjadi  13.063 ton pada 2005; dimana sentra penghasil sukun adalah wilayah Pekalongan, Semarang, Pati, Banyumas, Kedu dan Surakarta.
    Sifat khas dari buah sukun yang kurang disukai saat dikonsumsi adalah munculnya citarasa  pahit dan getir yang disebabkan oleh senyawa glukosida sianogenik pada daging buah sukun. Senyawa tersebut dapat terdegradasi secara enzimatis dan dihasilkan asam sianida (HCN) yang bersifat toksid (beracun). Kadar HCN pada sukun segar diestimasi > 70 ppm; dimana pada level 0,5/3,5 mg/kg berat badan dapat bersifat mematikan.
     Hasil penelitian yang dilakukan oleh staf Jurusan Teknologi Pangan-USM berkaitan dengan tepung sukun adalah :
1. Kemasan yang baik untuk penyimpanan tepung sukun adalah plastik PE 0,5 mm, apabila dibandingkan dengan kemasan kantong kain (seperti pada kemasan zak terigu), karena kemasan tersebut dapat stabil mempertahankan kandungan air, derajat putih dan vitamin C dalam tepung sukun.
2.  Pada pembuatan roti manis, tepung sukun dapat mensubstitusi terigu sebanyak 10% untuk hasil mengembangan roti yang optimal dan hasil yang paling disukai oleh konsumen.
3.  Untuk pembuatan makanan ekstrusi tepung sukun dapat mensubstitusi jagung giling kasar sampai 15% dengan sifat fisik dan kimiawi yang baik (sesuai standar SNI)
4.  Pada pembuatan mie kering,  sukun dapat mensubstitusi terigu hingga 5% dengan hasil mie kering yang sifat-sifat mutunya masih memenuhi standar SNI.
5. Perlakuan perendaman dalam larutan basis (air kapur) sekurangnya 15 jam yang dikombinasi dengan pemarutan dapat menurunkan hingga 43% kadar HCN; dengan rendemen 25-30% dan kadar HCN sekitar 40 ppm cukup aman untuk dikonsumsi. (Ads)

ACARA OFF AIR RADIO POP FM SEMARANG

Pada hari Kamis, 25 November 2010, Tim BKPA-USM (Ir. Sri Budi W., MP dan Teti Susilowati, SE) mengisi acara "Demo pengolahan ayam krispi" di Radio POP FM Semarang. Acara ini merupakan acara rutin yang dilaksanakan setiap 2 bulan sekali, merupakan bentuk kerjasama (MOU) antara Fak. Teknologi Pertanian & Peternakan-Universitas Semarang (FTP&PT-USM)dengan Radio POP FM Semarang. Dalam kerjasama tersebut FTP&PT-USM melalui BKPA-USM mengisi acara Demo/Pelatihan pengolahan pangan; sedangkan radio POP FM memberikan kompensasi untuk mengiklankan Pendaftaran Mahasiswa baru di Jurusan Teknologi Pangan FTP&PT-USM. Kerjasama ini telah berlangsung lebih dari 1 tahun.
Acara Demo pengolahan ayam krispi diikuti oleh sebanyak kurang lebih 30 orang anggota Fans Club acara Jampi Stress di radio POP FM Semarang. Materi-materi yang telah diberikan pada acara off air sebelumnya seperti : Pengolahan jamur Tiram, Pembuatan brownies tepung mocal, pembuatan donat ubi ungu, pembuatan pizza mocal, pembuatan nugget pisang, dll. materi-materi yang diberikan oleh Tim BKPA-USM selalu menarik antusiasme para peserta, terbukti dengan banyaknya pertanyaan/konsultasi rutin yang dilayangkan ke pengurus BKPA-USM setelah acara berlangsung. Ayo, siapa menyusul kerjasama? (ads)

Sabtu, 16 Oktober 2010

TINJAUAN BUKU : TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HITAM SISTEM ORTHODOX


Buku yang disusun oleh Ir. Bambang Kunarto, MP (Dosen Jurusan Teknologi Pangan, Universitas Semarang) ini berisi tentang Teknologi Proses Pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam menggunakan sistem orthodoks, dimana penyusunan buku ini berdasarkan kajian pustaka dan hasil praktek di perkebunan teh hitam.
     Teh adalah minuman penyegar yang sangat bermanfaat yang terbuat dari pucuk teh (Camellia sinensis L. Kuntze). Teh mempunyai potensi fisiologis, antara lain sebagai antioksidan, antimikroba, antimutagenik dan antitumorigenik. Potensi tersebut disebabkan akrena adanya kandungan flavonoid teh. Disamping itu juga mengandung senyawa L-theanin (1-2%) yang bermanfaat untuk mengurangi stess, menurunkan tekanan darah tinggi dan meningkatkan daya ingat.
     Ada 3 macam produk teh, yaitu teh hitam (melalui proses fermentasi/oksidasi enzimatis), teh hijau (tanpa fermentasi) dan teh merah/oolong (mengalami setengah fermentasi). Sedangkan teh wangi dibuat dengan menggosongkan teh hijau kemudian ditambahkan aroma bunga melati/melati gambir.
Proses pengolahan teh hitam ada 2 sistem, yaitu sistem orthodoks dan sistem CTC (curling, tearing, crushing). Tahapan proses pengolahan teh hitam sistem orthodoks adalah : Pelayuan Pucuk Teh, Penggulungan-Penggilingan dan Sortasi Basah, Fermentasi, Pengeringan, Sortasi Kering, Pengepakan.
  1. Tahapan Pelayuan Pucuk Teh bertujuan untuk mengubah kondisi fisik pucuk teh, dari keadaan segar menjadi lemas dengan cara menguapkan air yang terdapat didalam pucuk segar.
  2. Tahapan Penggulungan, Penggilingan dan Sortasi Basah, bertujuan untuk memecah dinding sel daun teh, meratakan cairan sel kepermukaan pucuk, menggulung pucuk dan mengecilkan ukuranpucuk layu. Sortasi basah adalah memisahkan pucuk teh yang berasal dari masing-masing tahap penggilingan dan penggulungan menjadi berbagai jenis bubukteh basah berdasarkan ukurannya.
  3. Tahapan Fermentasi, bertujuan untuk memberikan kesempatan pucuk teh agar terjadi oksidasi enzimatis senyawa polifenol, sehingga terbentuk senyawa teaflavin dan tearubigin.
  4. Tahapan Pengeringan, bertujuan menghentikan oksidasi enzimatis senyawa polifenol bubuk teh basah; menurunkan kadar air teh yang telah difermentasi.
  5. Tahapan Sortasi Kering, bertujuan untuk memisahkan teh kering dari serat, tangkai, debu dan bahan-bahan bukan teh; memisahkan teh kering yang sudah memenuhi syarat perdagangan; mengecilkan ukuran teh sehingga mempunyai grade tertentu; memisahkan teh kering menjadi berbagai jenis dengan bentuk, ukuran dan berat jenis yang seragam.
  6. Tahapan Pengepakan, bertujuan untuk untuk melindungi teh hitam dari pengaruh luar; mempermudah pengiriman pada konsumen.  
     Disamping membahas secara detail masing-masing tahapan proses pada pengolahan teh hitam beserta peralatan/mesin yang digunakan, buku ini juga membahas tentang Pengendalian mutu teh hitam. 
(Diterbitkan oleh Penerbit Semarang University Press-Semarang pada tahun 2005)

Sabtu, 09 Oktober 2010

Potensi Fuli Pala (Myristica fragrans Houtt) Sebagai Antimikroba dan Antioksidan Pangan

Daging & Fuli Pala
Tanaman pala (Myristica fragrans Houtt) termasuk tanaman tahunan yang pada mulanya terdapat di hutan-hutan tropika. Berbaghai hasil penelitian menunjukkan bahwa berbagai spesies dari genus Myristica tersebar di seluruh Indonesia dan pusat keragamannya berada di kepulauan Maluku terutama variabilitas yang paling tinggi terpusat di Pulau Bangka, Riau dan Irian. Tanaman pala mulai berbuah pada umur 7 tahun dan pada umur 10 tahun telah berproduksi secara menguntungkan. Produksi tertinggi dicapai pada umur 25 tahun. Pembuahan terus berlangsung sampai umur 60-70 tahun. Ciri-ciri buah yang sudah siap dipanen adalah umur 6 bulan sejak berbunga dan bagian buah mulai merekah. Panen dilakukan dua kali dalam setahun. Pada tanaman yang sehat dapat menghasilkan buah 1500-2000 butir tiap pohon tiap tahun. Buah pala terdiri dari tiga bagian, yaitu daging buah (80,5%), fuli (3,5%) dan biji (16%). Fuli pala adalah selaput tipis berwarna merah yang terdapat dibawah daging buah dan menyelimuti biji pala. Fuli pala biasa disebut dengan bunga pala dan mengandung likopen.
Fuli & Biji Pala
     Fuli pala mengandung berbagai senyawa kimia, antara lain: camphene, p-cymene, phellandrene, terpinene, β-terpineol, limonene, sabinene, myrcene, linalool, geraniol, terpineol, myristicin (metoksi safrol), α- and β-pinene, elemicin, safrol, 2 resorcinol (malabaricone B and malabaricone C) eugenol dan metoksi eugenol  Beberapa peneliti menyatakan bahwa fuli pala berpotensi sebagai pengawet alamiah, baik antimikroba maupun antioksidan. Fuli pala mampu sebagai antimikroba yang potensial, anti Salmonella typhii, anti bakteri , antioksidan, menghambat radikal bebas, anti kanker, antifungi, anti-inflamatory . Fuli pala merupakan anti beberapa fungi, yaitu Aspergillus flavus, A. niger, Candida albicans, Fusarium oxysporum var. lycopersici, Microsporum canis, Pseudollescheria boydii, Trichopyton mentagrophytes dan T. simii. Sebagai antioksidan dan antimikroba pangan, fuli pala dapat diiaplikasikan pada berbagai produk pangan. Salah satunya pada pengolahan bandeng presto yang merupakan produk olahan bandeng duri lunak yang kaya protein namun daya simpannya hanya dua hari pada suhu kamar. Penggunaan fuli pala dalam bentuk utuh, irisan maupun yang telah dihaluskan tidak efisien bila diterapkan dalam skala industri. Penggunaan fuli pala dalam bentuk ekstrak oleoresin juga masih mempunyai kelemahan antara lain tidak mudah larut dalam air, sulit terdispersi dalam bahan pangan kering dan bentuknya sangat pekat sehingga sulit ditangani dan ditimbang secara tepat. Untuk mengatasi berbagai kendala tersebut dapat dilakukan dengan membuat mikrokapsul oleoresin fuli pala. Untuk mengevaluasi kemampuan oleoresin fuli pala terkapsulkan sebagai pengawet perlu diaplikasikan pada produk pangan, salah satunya pada pembuatan bandeng presto. Berdasarkan penelitian, ikan bandeng yang direndam dalam mikrokapsul oleoresin fuli pala pada konsentrasi 200 ppm (pra pemasakan presto) mempunyai daya simpan 4 hari atau 2 kali lebih lama dibanding kontrol. Kondisi bandeng presto sampai penyimpanan hari ke 4 adalah sebagai berikut :
Kadar air        : 64,72 - 65,09 %
Total mikroba : 4,8 x 103 - 6,9 x 105 CFU/g
Nilai TVBN    : 2,01 -5,21 mg/100g
Nilai TBA       : 3,60 - 4,20 µ molMA/kg
Skor Kesukaan bau : 3,0 - 4,76 (netral-agak suka)
Skor kesukaan tekstur : 3,0 – 5,0 (netral-suka)
(bkn)

Jumat, 24 September 2010

TINJAUAN : SENTRA IKM PENGOLAHAN CARICA KABUPATEN WONOSOBO


Tanaman Carica Dieng (Carica candamarcensis Hok) merupakan salah satu famili dari caricaceae yang hanya dapat dijumpai di dataran Dieng pada ketinggian di atas 1750 m dpl sampai 2000 m dpl. Tanaman ini berasal dari kepulauan Candamar di Amerika Tengah dan dijumpai juga di Brasilia. Di dataran tinggi Dieng, buah ini sering disebut Kates Dieng, Gandul Dieng, Pepaya Dieng atau Carica. Tanaman Carica Dieng memerlukan syarat tumbuh yang spesifik; mulai dari suhu, kelembaban dan ketinggian tanah. Buah Carica memiliki aroma yang khas; harum, segar, daging buah kenyal dan hanya dapat dikonsumsi setelah dilakukan pengolahan, dapat berupa minuman buah (Carica in sirup atau cocktail), selai, juice dan sebagainya. Dari berbagai olahan Carica yang paling populer saat ini adalah Carica in sirup, dan sebagian IKM telah melakukan diversifikasi pengolahan seperti Carica menjadi Sirup, manisan kering, selai  jam, sari buah dan dodol.

            Tanaman Carica yang hanya dapat tumbuh di dataran tinggi Dieng mempunyai banyak keuntungan karena dapat memperbaiki struktur tanah dan dapat menahan erosi, membantu memperbaiki lahan kritis, mampu menahan air tanah dan menghijaukan lingkungan.
Teknologi yang digunakan untuk mengolah Carica menjadi produk olahan utama yaitu Carica in sirup masih sederhana. Dari berbagai olahan Carica yang paling populer saat ini adalah Carica in sirup yang dikemas dalam botol gelas maupun cup plastik. Buah Carica dalam botol yang diproduksi IKM masih sangat beragam cara pengolahan dan kemasannya.  Secara umum proses produksi pada pengolahan buah Carica in sirup meliputi : pengupasan, pemisahan buah dari biji, pemotongan, pencucian, pembuatan sirup dan pengemasan. Pengolahan Carica menghasilkan limbah padat berupa kulit dan biji Carica. Pada saat ini sebagian limbah kulit dijadikan pupuk sedangkan biji digunakan untuk obat cacing. Sebagian limbah belum dimanfaatkan.
Peralatan yang digunakan di Sentra IKM untuk mengolah Carica masih sangat sederhana, menggunakan alat pengupas manual yaitu dengan tangan dan sarung tangan karena belum ada alat pengupas mekanik. Hal ini karena bentuk buah Carica yang menyerupai belimbing sehingga susah untuk dicarikan/dibuatkan alat pengupas mekanik. Pembuangan biji dan pencucian juga masih dilakukan secara manual dan alat mengolahnya/memasaknya berupa peralatan dapur biasa dan  alat untuk mengemas semi modern yaitu berupa siller untuk kemasan cup plastik. 
Pemasaran Carica meliputi wilayah lokal, regional dan nasional dengan daerah pemasaran lokal adalah Kabupaten Wonosobo dan sekitarnya,  regional meliputi beberapa kota Di Jawa Tengah, sedangkan nasional meliputi luar Jawa Tengah seperti Jabodetabek, Jawa Timur, Tasikmalaya-Jawa Barat.
Pola pemasaran Carica yang dilakukan meliputi beberapa pola yaitu :
1. Produsen  ---->  Konsumen
2. Produsen  ----> Pedagang Eceran  ----> Konsumen
Untuk pemasaran lokal, biasanya konsumen membeli langsung ke produsen (IKM) dan pedagang eceran (Toko). Sedangkan untuk pemasaran regional dan nasional biasanya sesuai dengan pola 2. Pada tahap awal para produsen menawarkan produk Carica ke toko-toko atau pusat oleh – oleh dan tempat – tempat wisata yang ada di berbagai daerah serta membuka stand di pusat perbelanjaan modern. Untuk pemesanan selanjutnya para pedagang  tinggal pesan dan barang dikirim. Disamping kedua pola tersebut masih ada media pemasaran  yang tidak kalah penting yaitu pameran yang diselenggarakan oleh berbagai instasi baik swasta maupun pemerintah (di tingkat Kabupaten, Propinsi  dan Pusat).
Permintaan Carica setiap bulannya berfluktuasi dan  biasanya akan meningkat pada saat Lebaran, Natal, Tahun Baru dan pada saat-saat liburan. Namun demikian trend permintaan Carica dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
Ekspor Carica saat ini belum dapat dilaksanakan.  Prospek ke depan/ jangka panjang yang harus sudah mulai dipikirkaan adalah strategi dan upaya  untuk dapat memenuhi standarisasi mutu sehingga pemasaran di tingkat nasional lebih meningkat dan diharapkan dapat diekspor.
Sumber pembiayaan dan permodalan bagi IKM Carica berasal dari modal sendiri dan modal dari luar. Sumber pembiayaan yang berasal dari luar diperoleh dari perbankan dan dari non perbankan yaitu dana/pinjaman bergulir dari LPT-Disperindag Jawa Tengah, Peruri, Perumnas.
Sentra IKM Carica di Kabupaten Wonosobo selama ini telah dibina oleh Diperindag, BPOM, Dinas Pertanian dan Dinas Kesehatan dalam bentuk pelatihan-pelatihan yang mendukung usaha, bantuan alat dan dana.
Dalam rangka meningkatkan kebersamaan dalam berusaha Carica, maka sudah terbentuk wadah perkumpulan yaitu Asosiasi Pengrajin Carica (APC), tetapi saat ini belum dapat memberikan banyak manfaat bagi para anggotanya. Untuk mengaktifkan  APC diperlukan aktivitas anggotanya untuk meningkatkan peran APC, sehingga jika ada pembinanan teknis maupun  bantuan dari pihak luar dapat dikelola APC dengan baik. Disamping pembinaan dan wadah untuk mendapatkan modal, asosiasi juga dapat memberikan peran yang lebih luas  dengan cara menentukan dan menetapkan standarisasi mutu produk, menentukan harga bahan baku dan bahan pembantu (gula rafinasi, kemasan, pelabelan dan peralatannya). Apabila bahan baku melimpah dapat ditampung/dibeli oleh APC untuk disalurkan ke IKM anggotanya, pembuatan gudang bersama atau membuat show room (catatan : data diambil tahun 2009)

Rabu, 08 September 2010

SEBERAPA BESAR NILAI KALORI PROTEIN MAKANAN YANG KITA MAKAN?


nasi rames
             Selama bertahun-tahun tubuh kita mendapat asupan gizi dari makanan yang kita makan sehari-hari, baik itu berupa makanan pokok, lauk-pauk, susu dan sejenisnya, sayur-mayur maupun buah-buahan. Namun banyak dari kita yang tidak tahu atau acuh tak acuh terhadap ”seberapa banyak”  nutrisi/zat gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dll) yang diterima oleh tubuh kita setiap kali kita mengkonsumsi satu porsi makanan yang kita makan.
                Dalam suatu menu makanan terkandung nutrisi yang berfungsi untuk :
  1. Sumber energi (sumber karbohidrat) merupakan makanan sumber tenaga bagi tubuh, contoh : beras, singkong, jagung, ubi jalar, talas, garut dll. Apabila kita mengkonsumsi makanan pokok, maka sumbangan energinya = 100 g nasi (178 kkal), 100 g singkong kukus (148 kkal), 100 g bihun (360 kkal), 100 g jagung rebus( 175 kkal), 50 g sagu (169 kkal), 150 g ubi rebus (171 kkal).
  2. Zat pembangun (sumber protein) merupakan makanan sumber senyawa pembangun tubuh, contoh lauk-pauk :  tahu, tempe, telur, ikan, ayam, kacang-kacangan, susu
  3. Zat pengatur merupakan makanan sumber senyawa yang berfungsi membantu metabolisme tubuh, contoh : sayuran dan buah-buahan berwarna, karena lebih banyak mengandung vitamin C dan beta karoten (daun singkong, kangkung, kacang panjang, buncis, wortel, pepaya, pisang, jambu biji, dll), sayur dan buah juga merupakan sumber serat pangan yang berfungsi membantu proses pencernaan makanan.

Angka Kecukupan Gizi (AKG)
Kepentingan kita perlu mengetahui seberapa banyak nutrisi yang diterima oleh tubuh setiap kali kita mengkonsumsi makanan adalah untuk mengetahui seberapa besar asupan nilai energi (kalori) dan protein yang diterima oleh tubuh setiap harinya dari berbagai jenis makanan yang dikonsumsi. Ada gangguan kesehatan yang diakibatkan karena kesalahan asupan gizi energi dan protein, dimana dapat berupa :
1.       Masalah kekurangan gizi, dikarenakan Kurang Energi Protein (KEP); pada anak KEP sering termanifestasi sebagai penyakit busung lapar (HO, honger oedeem; yang disebut penyakit gizi buruk)
2.       Masalah asupan gizi berlebih, dengan manifestasi : kegemukan (obesitas), penyakit gula (diabetes) dan penyakit jantung
Untuk itu kita perlu mengetahui seberapa besar Angka Kecukupan Gizi (AKG = tingkat konsumsi zat-zat gizi esensial yg dinilai cukup utk memenuhi kebutuhan gizi, orang sehari) secara umum bagi kita, sehingga kita dapat mengatur pola konsumsi dan pola makan kita.
Kebutuhan energi bagi setiap orang setiap harinya berbeda-beda, karena dipengaruhi oleh umur, gender (jenis kelamin), berat badan, tinggi badan, aktivitas harian.  Namun secara umum kebutuhan untuk laki-laki      = 30 kkal x Kg BB; perempuan =  25 kkal x Kg BB; kebutuhan energi utk aktifitas fisik : sangat ringan 1,3 kkal (Lk)       dan 1,3 kkal (Pr); ringan 1,65 dan 1,55; sedang 1,76 dan 1,7; berat            2,10 dan 2. Cara menghitung kebutuhan kalori adalah Laki2= Z berat badan (kg) x 46 kkalori dan Wanita= Z berat badan (kg) x40 kkalori.
Secara garis besar, rata-rata kebutuhan energi protein minimal bagi setiap orang perhari yang direkomendasikan adalah sebesar 300 kkalori dan 5 g protein untuk atifitas normal, pertumbuhan dan kesehatan tubuh.

Porsi Standar Makanan
Porsi standar makanan (untuk sekali porsi makan) yang dapat memenuhi kebutuhan energi protein yang direkomendasikan dapat dicontohkan sebagai berikut :
-      Standar porsi makanan pokok : 100 g beras berbentuk nasi 1 ½ gelas (atau dapat diganti dengan 200 gr kentang/100 gr jagung/150 gr ubi merah/150 gr singkong)
-          Standar porsi lauk : 50 g daging (mentah) atau 50 g ikan (mentah), 50 g tempe (2 potong) atau 100 g tahu (mentah) atau 50 g oncom
-          Standar porsi sayur : satu mangkuk sayur  dg isi sayur daun hijau dan isi lainnya yg berwarna-warni
-          Standar porsi buah : 100 g (1 potong) pepaya atau 75 g (1 buah) pisang
Didalam porsi standar kira-kira mengandung : 175 kalori, 4 gr protein, 40 gr karbohidrat. 
fast food
 Berikut ini gambaran kandungan nilai gizi dari beberapa jenis makanan Fast Food atau  makanan cepat saji yang saat ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat kita karena pengaruh tren globalisasi :
1.       Komposisi gizi Pizza (100 g) :
Kalori                                                  483 KKal
Lemak                                                 48 g
Kolesterol                                        52 g
Karbohidrat                                   3 g
Serat kasar                                     0 g
Gula                                                      3 g
Protein                                               3 g

2.       Komposisi gizi Hamburger (100 g) :
Kalori                                                  267 KKal
Lemak                                                 10 g
Kolesterol                                        29 mg
Protein                                               11 g
Karbohidrat                                    33 g
Serat kasar                                      3 g
Gula                                                      7 g

3.      Komposisi gizi Donat (I bh = 70 g) :
Kalori                                                  210 KKal
Lemak                                                 8 g
Karbohidrat                                    32 g
Serat kasar                                      1 g
Protein                                               3 g
Gula                                                      11 g
Sodium                                               260 mg
(Sumber : Legowo, 2010/Sari, 2008)

4.      Komposisi gizi Fried Chicken (100 g)
Kalori                                                  298 KKal
Lemak                                                 16,8 g
Protein                                               34,2 g
Karbohidrat                                    0,1 g
Abu                                                       2,5 g
(Sumber: Legowo, 2010/Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2009)
Perbandingkan dengan jenis makanan lokal kita yang sering juga kita konsumsi sehari-hari :
Komposisi gizi nasi rames (100 g) :
Kalori                                                  155 KKal
Lemak                                                 4,2 g
Protein                                               10,3 g
Karbohidrat                                    19,1 g
Abu                                                       0,6 g
(Sumber: Legowo, 2010/Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2009)
(sumber gambar : darnia.multiply.com)


Obesitas atau Kurus
Untuk mengetahui apakah tubuh kita tergolong gemuk (atau bahkan kegemukan/obesitas) atau kurus (atau bahkan termasuk gizi buruk), kita perlu mengetahui nilai Body Mass Index (BMI) atau Index Massa Tubuh (IMT), yaitu sebuah ukuran “berat terhadap tinggi badan” yang umum digunakan untuk menggolongkan orang dewasa ke dalam kategori Underweight (kekurangan berat badan), Overweight (kelebihan berat badan) dan Obesitas (kegemukan). BMI merupakan salah satu alat untuk mengetahui apakah seseorang perlu melakukan diet atau tidak, tapi BMI ini hanya untuk melihat kelebihan berat badan akibat terbentuknya ”lemak” yang diakibatkan karena ”kelebihan kalori” yang tidak termanfaatkan (terbakar) oleh tubuh menjadi energi. Jadi untuk orang yang berotot, atletis, ibu hamil, pembacaan BMI mungkin akan kurang tepat. Rumus atau cara menghitung BMI sangat mudah, yaitu dengan membagi berat badan (dalam kilogram) dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam meter) (kg/m²).
Hasil dari perhitungan BMI tersebut kemudian dicocokkan dengan Tabel Klasifikasi Internasional dari Underweight, Overweight dan Obesitas pada Orang Dewasa yang disepakati oleh organisasi kesehatan dunia, WHO sebagai berikut :
Kategori BMI adalah:
1.   Nilai indeks massa tubuh kurang dari 18,50 tergolong ke dalam kelompok kurus.
2.   Nilai 18,50-24,99 masuk ke dalam kelompok ideal.
3.  Nilai antara 25,00-29,99 masuk kelompok kelebihan berat badan (gemuk).
4.  Jika mencapai nilai 30 atau lebih maka orang tersebut masuk ke dalam kelompok obesitas (Ads)


Minggu, 05 September 2010

PERLU SIKAP WASPADA SAAT MEMBELI DAGING AYAM DAN SAPI

     Bagi umat muslim Indonesia (terutama wong Jowo) dalam merayakan Idul Fitri atau Syawalan, rasanya kurang afdol dan mantap kalau di meja makan tidak tersaji lontong atau ketupat didampingi opor ayam, sambal goreng (isi krecek/kulit sapi atau daging dan jeroan sapi serta telur puyuh), semur atau rendang daging sapi dan lebih nikmat lagi kalau dilengkapi dengan sayur lodeh atau sayur gori (nangka muda), kerupuk udang atau kerupuk rambak. Makanan ini sudah disajikan secara turun-temurun sesuai tradisi yang telah berlaku sejak lama.
     Pada jaman dulu sewaktu kita masih kecil, untuk menyantap hidangan “spesial” tersebut kita tidak perlu disuruh-suruh atau berpikir panjang untuk segera menyantapnya, bahkan kalau tidak tersaji di meja kita selalu bertanya-tanya kepada orang tua atau simbah-simbah (nenek) kita, "mengapa hidangan tersebut tidak disajikan?" Kalau sudah lama kita tidak menyantap dan merasakan hidangan tersebut rasanya kangen, ingin segera menyantapnya. Makanya bagi wong Jowo yang sedang “merantau di negeri orang”, hidangan tersebut akan selalu ngangeni karena rasanya yang khas dan spesial.
     Namun saat sekarang, apabila didepan kita disajikan hidangan tersebut dan kita diminta untuk memakannya, kita jadi “berpikir panjang dan was-was”, mengingat latar belakang dan asal-muasal daging ayam, daging sapi dan jeroan sapi yang dipakai sebagai “bahan baku” patut dipertanyakan, apakah sehat, aman dan halal? Hal itu beralasan karena sudah sejak lama, bahkan sampai sekarang di pasaran di sekeliling kita masih banyak beredar “daging-daging bermasalah”, baik itu daging sapi glonggongan, daging sapi busuk, jeroan sapi berpenyakit, daging ayam berformalin, daging ayam bangkai atau daging sapi “imitasi” (berupa daging kuda yang disamarkan sebagai daging sapi) atau daging sapi yang dioplos dengan daging kuda, babi atau daging celeng (babi hutan). Tindakan “operasi pasar”/sweeping yang dilakukan oleh petugas dari dinas/instansi terkait (dinas pertanian, peternakan, kesehatan) yang secara berkala dilakukan (bahkan menjelang peringatan hari-hari besar semakin diintensifkan dan ditingkatkan), ternyata tidak membikin kapok dan jera penjual/pedagang “daging bermasalah”; karena memang tindakan yang diambil terhadap pelaku yang tertangkap tangan dan dinyatakan bersalah tidaklah tegas, hanya berupa “teguran atau peringatan keras” dilanjutkan dengan membuat surat pernyataan tidak akan mengulang kembali perbuatannya, tidak mempunyai konsekuensi berat dan efek jera bagi pelaku. Alasan klasik yang selalu melatarbelakangi “mengapa mereka tetap memperdagangkan daging-daging bermasalah” ke masyarakat adalah karena alasan ekonomi. Tentunya kita sebagai konsumen “penikmat daging” perlu ekstra hati-hati saat membeli daging di pasaran, jangan sampai kita salah dalam memilih daging yang akan kita makan, sehingga dibelakang hari setelah kita “menikmati makanan tradisi” tersebut buntutnya tidak panjang dan merugikan kesehatan jiwa (karena tidak halal) dan raga kita (karena tidak aman dan tidak sehat).

Daging ayam bangkai atau berformalin
     Daging ayam bangkai atau biasa disebut ayam “tiren” (mati kemaren) atau ayam “duren” (dut=mati kemaren) biasanya berasal dari bangkai ayam yang mati (karena tertindih, kekurangan oksigen atau sebab lain yang tidak disengaja) saat dalam pengangkutan/transportasi dari kandang (peternak) ke bakul (penjual) atau pengolah daging ayam. Bangkai tersebut biasanya terus disembelih, dicabut bulu dan diproses seperti yang dilakukan pada ayam hidup, sampai menjadi siap jual dalam bentuk ayam potong utuh, “karkas” (ayam potong yang sudah dihilangkan kepala, kaki/ceker dan jeroan), atau berupa potongan-potongan daging ayam. Karena darah di dalam tubuh ayam bangkai sudah mulai membeku, maka saat disembelih darah tidak dapat tuntas keluar, sehingga sebagian besar masih berada di dalam tubuh. Hal ini akan berakibat pada penampakan (warna), tekstur dan bau daging yang dihasilkan; sehingga ciri-ciri dari daging ayam bangkai adalah : warna mata keruh; warna daging (kulit) merah gelap, terlihat ada lebam-lebam kebiruan seperti bekas kena pukulan; tekstur lembek; baunya anyir darah cenderung ke bau busuk. Daging ayam sehat bermata jernih dan cerah/bening; kulit berwarna putih atau kekuningan; tekstur kesat; baunya tidak anyir atau busuk. Pada daging ayam bangkai (atau yang sudah mulai busuk karena tidak laku), untuk mengelabui pembeli, biasanya direndam dalam air yang dicampur kunyit atau zat pewarna kuning, sehingga warna kulit nya menjadi seperti pada ayam sehat.
     Daging ayam merupakan bahan makanan yang cepat rusak (busuk) karena kandungan air dan proteinnya tinggi dan nutrisinya lengkap, sehingga digolongkan dalam perishable food. Untuk mengawetkan atau memperpanjang daya simpan, penjual “nakal” ada yang mengawetkannya dengan cara merendam dalam larutan formalin. Formalin merupakan bahan pengawet bukan untuk makanan (non food grade), biasanya dipakai sebagai pengawet mayat atau sejenisnya; apabila masuk dalam tubuh (termakan) dalam jangka panjang akan beresiko menimbulkan tumor atau kanker. Daging ayam berformalin mempunyai ciri : berbau formalin yang khas (seperti bau-bau di kamar mayat); tekstur liat/keras; warna kulit agak putih; dagingnya cenderung tidak dikerubuti lalat.

Daging sapi glonggongan dan jeroan berpenyakit
     Daging sapi glonggongan berasal dari sapi yang sebelum disembelih “diglonggong” atau dipaksa minum air sebanyak-banyaknya lewat selang plastik, sehingga kadang-kadang sampai mati kemlakaren (kembung) karena kebanyakan minum air. Di dalam tubuh air akan terserap ke dalam jaringan daging, sehingga setelah menjadi karkas dagingnya sangat berair (becek), bahkan sampai menetes-netes ke luar; makanya saat menjual daging tersebut tidak digantung, hanya diletakkan di atas meja dan kelihatan air mengalir terus dari dagingnya. Warna daging merah pucat; tekstur sangat lembek dan cepat membusuk; saat direbus/dimasak daging sangat menyusut beratnya (susut masak tinggi), karena air dari dalam daging banyak keluar terikut pula senyawa-senyawa nutrisi, sehingga konsumen sangat dirugikan dari segi berat dan nutrisi daging yang sangat berkurang.
     Daging sapi yang baik warnanya merah cerah tidak pucat; seratnya halus; lemaknya berwarna kekuningan; bau normal (tidak berbau asam atau busuk); tekstur elastis, tidak lembek atau kering, jika dipegang terasa basah (nyemek=juicy) namun tidak lengket.
     Jeroan (jantung, hati, babat, ginjal, paru, limpa, usus) beserta cingur, urat, kulit bersih, kaki bersih dan torpedo (testes) merupakan produk sisa prosesing daging ternak yang masih dimanfaatkan (dikonsumsi) sehingga disebut edible offals. Jeroan letaknya di dalam rongga dada dan perut, merupakan tempat mencerna dan menampung sisa-sisa makanan sehingga mengandung banyak bakteri. Setelah dikeluarkan dari tubuh, jeroan harus diperiksa apakah mengandung bakteri pathogen penyebab penyakit atau terkena infeksi cacing yang dapat menular pada manusia. Hati atau paru yang terkena infeksi cacing terasa agak keras, bila diiris terlihat adanya saluran-saluran yang sekelilingnya berwarna putih. Sebelum dikonsumsi, jeroan harus dibersihkan sebersih mungkin dan dimasak sampai benar-benar matang, sehingga bibit penyakit tuntas terbasmi.

Daging sapi imitasi dan oplosan
     Seringkali terjadi daging kuda, babi atau celeng disamarkan atau dioplos dengan daging sapi dan dijual sebagai daging sapi. Pada saat-saat permintaan akan daging sapi tinggi, harganya cenderung melonjak tinggi pula, sehingga daging hewan lain cenderung disamarkan oleh penjual sebagai daging sapi agar harganya terdongkrak tinggi. Daging kuda berwarna merah gelap, tekstur liat dan seratnya lebih kasar, karena disembelih pada umur tua. Daging babi dan celeng berwarna merah pucat sampai merah terang; serat halus sampai agak kasar dan kompak; lemak putih dan mudah mencair pada suhu ruang serta baunya khas.

Tips membeli dan menyimpan daging
     Belanja daging sebaiknya dilakukan sepagi mungkin agar bisa mendapatkan daging yang relatif masih segar, namun lakukan pembelian seakhir mungkin (saat menjelang pulang belanja) agar dapat sesegera mungkin sampai di rumah dan daging dapat segera ditangani/diproses. Belilah daging di depot/kios daging yang resmi atau di los pasar khusus daging; perhatikan kebersihan lingkungan tempat daging dijual; kebersihan peralatan dan penjual. Daging sapi yang dipotong resmi di RPH (Rumah Potong Hewan) sudah melalui pemeriksaan kesehatan ternak dan daging, disembelih secara halal, ditandai cap resmi pada permukaan daging menggunakan tinta biru. Apabila membeli daging ayam di pasar swalayan, belilah yang disimpan dalam tempat berpendingin (refrigerator) karena lebih terjaga dari kontaminasi mikroba dan pembusukan; amati bagian leher ayam, apakah terdapat bekas penyembelihan (yang sudah memutus saluran tenggorokan dan kerongkongan), bukan sekadar bekas tusukan atau bahkan utuh samasekali, agar lebih terjamin kehalalannya.
     Untuk daging yang tidak langsung dimasak atau akan disimpan, cucilah dengan air bersih, potong-potong dan kemas rapat dalam kantung plastik transparan yang cukup tebal, masing-masing dengan ukuran/berat untuk sekali habis masak; kemudian simpan pada rak daging di dalam refrigerator (tahan disimpan 2 – 3 hari) atau disimpan beku di dalam freezer (tahan disimpan 3 – 6 bulan). Daging beku apabila akan dimasak, perlu dicairkan dahulu (di thawing) dengan cara dipindahkan ke dalam ruang pendingin sampai mencair, kemudian baru dikucur dengan air kran mengalir (masih di dalam plastik). Cara ini akan mengurangi keluarnya drip (cairan dari dalam daging) sehingga nutrisi daging dapat dipertahankan. Apabila daging tidak habis dimasak (tersisa), sisanya tidak boleh disimpan beku lagi, namun harus disimpan dalam keadaan dingin, karena mikroba pembusuk di dalam daging sisa telah aktif (hidup) kembali (Ads)

Jumat, 03 September 2010

ARTI “TANGGAL KADALUARSA” PADA PRODUK PANGAN


Setiap tahun, menjelang datangnya hari-hari besar seperti  lebaran, natal, tahun baru dan hari-hari besar lainnya, dimana permintaan masyarakat akan produk makanan dan minuman meningkat, selalu saja masih dijumpai produk makanan atau minuman yang sudah lewat tanggal/masa kadaluarsanya tetapi tetap diperjualbelikan. Petugas dari Disperindag dan Balai POM yang mengadakan operasi mendadak atau sweeping ke toko/warung, pasar-pasar tradisional sampai super market/pasar swalayan, masih sering mendapatkan produk-produk kadaluarsa yang dijual bebas. Padahal sudah jelas bahwa sesuai aturan pemerintah produk-produk tersebut dilarang untuk diperjualbelikan dan harus segera ditarik dari peredaran oleh produsennya. Namun tetap saja masih banyak produk kadaluarsa yang dijual bebas dan banyak masyarakat yang nekat membeli dan mengkonsumsinya. Bahkan pernah diberitakan di mass media di suatu daerah terdapat produk-produk kadaluarsa yang sengaja dijual bebas di pasar tradisional banyak dicari dan dibeli oleh masyarakat miskin sekitarnya lantaran harganya sangat murah dan menurut mereka “rasanya masih enak dan yang penting tidak menyebabkan sakit” (?)
            Apakah betul pendapat demikian?  Apabila kita mengkonsumsi produk makanan dan minuman yang sudah lewat tanggal kadaluarsanya “aman-aman saja”  ataukah “dapat menyebabkan sakit”?  Memang selama ini kita jarang membaca atau mendengar berita tentang terjadinya “keracunan massal” akibat konsumen mengkonsumsi produk kadaluarsa yang dibeli dari toko atau pasar; paling-paling yang sering kita dapatkan adalah “keluhan konsumen” melalui surat pembaca lantaran produk yang dibeli ternyata sudah kadaluarsa, cacat atau rusak.
Shelf Life dan Tanggal Kadaluarsa Produk Pangan
            Setiap produk pangan, baik yang segar maupun yang sudah diproses/diolah   mempunyai shelf life (waktu/ketahanan simpan atau daya keawetan) masing-masing yang berbeda. Sebagai contoh, air susu segar mempunyai shelf-life yang relatif pendek (berkisar 3 - 4 jam), karena kandungan air dan proteinnya yang tinggi (87,5% dan 3,5%) serta nutrisinya lengkap, sehingga mudah rusak/busuk (perishable food) oleh pengaruh mikroba. Untuk memperpanjang waktu simpannya susu segar bisa  dipanaskan (dipasteurisasi) sehingga shelf life-nya menjadi lebih panjang (bisa selama beberapa bulan apabila dikemas secara aseptik). Bahkan apabila diolah menjadi tepung susu (dikeringkan) mempunyai ketahanan simpan sampai 4 - 10 bulan.
            Shelf life dapat digunakan untuk menentukan tanggal kadaluarsa (expired date) suatu produk pangan. Shelf life berbeda dengan tanggal kadaluarsa, dimana shelf life lebih berhubungan dengan kualitas/mutu pangan (food quality), sedangkan tanggal kadaluarsa berhubungan dengan keamanan pangan (food safety). Suatu produk pangan apabila telah terlewati shelf life-nya “masih aman” untuk dikonsumsi, namun “secara kualitas” sudah tidak terjamin (tidak memenuhi syarat). Untuk mensiasati agar shelf life suatu produk tidak terlewati, penjual biasanya mengatur perputaran stok produk yang dijual, dimana produk yang shelf-life-nya pendek ditaruh pada rak penjualan/pajangan yang terdepan, sehingga pembeli akan mengambil/membeli  terlebih dahulu dibandingkan produk sejenis yang shelf-lifenya lebih panjang/lama.
            Tanggal kadaluarsa merupakan informasi dari produsen kepada konsumen, yang menyatakan batas/tenggang waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling “baik” (kualitas) dan paling “aman” (kesehatan) dari produk makanan atau minuman. Artinya produk tersebut memiliki “mutu yang paling prima” hanya sampai batas waktu tersebut. Jika kita mengkonsumsi atau menggunakan produk yang sudah kadaluarsa (lewat tanggal kadaluarsa) berarti kita menggunakan produk yang mutunya sudah jelek dan kemungkinan dapat membahayakan kesehatan, karena produk tersebut sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Jadi sebaiknya penggunaannya sebelum tanggal kadaluarsa berakhir. Penyertaan tanggal kadaluarsa pada produk pangan sebenarnya bersifat preventif, agar konsumen terhindar dari produk yang sudah tidak layak konsumsi.
Penulisan Tanggal Kadaluarsa pada Kemasan Produk Pangan   
            Mencari dan membaca tanggal kadaluarsa suatu produk pangan yang akan kita beli ternyata sulit juga. Tanggal kadaluarsa biasanya dicetak/ditulis setelah tulisan expired date (tanggal kadaluarsa) atau  Best used before (baik digunakan sebelum), berupa kode yang menunjukkan tanggal, bulan, tahun. Cara penulisannnya bisa berbeda-beda, bisa seperti kode : 031209, atau disingkat : 03 Des 09 atau secara lengkap : 03 Desember 2009. Pencantuman tanggal kadaluarsa biasanya pada kemasan primer (bungkus yang langsung berhubungan dengan produk), pada tempat yang berbeda-beda, ada yang dicetak di tutup dan leher botol, di tutup dan dasar kaleng, di label depan dan belakang kemasan atau di daerah kemasan lainnya, sehingga tak jarang kita harus teliti mencari-cari letak tanggal kadaluarsa tersebut. Belum lagi diperparah dengan cetakan yang sulit dibaca dan kurang jelas, karena dicetak dengan tulisan yang relatif kecil atau dicetak dengan tinta warna hitam pada kemasan yang warna latarnya gelap sehingga kontras.
Sikap Konsumen dan Produsen Terhadap Tanggal Kadaluarsa Produk Pangan
            Sebagai konsumen sebaiknya kita mulai bersikap kritis terhadap “masih banyaknya” produk pangan rusak dan kadaluarsa yang beredar di pasaran. Selain kita perlu meneliti keutuhan kemasan (masih tersegel, tidak penyok, sobek atau berlubang) perlu pula kita selalu mencari informasi apakah pada kemasan produk sudah tercantum tanggal kadaluarsa? Sudah lewatkah tanggal kadaluarsanya? Apabila kita mendapati suatu produk pangan tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau sudah lewat tanggal kadaluarsanya tetapi produk tersebut tetap diperjualbelikan secara bebas, kita berhak untuk menegur penjualnya karena seharusnya mereka sudah harus mengganti/menukarkan produk tersebut, atau bilamana perlu mengadukan ke YLKI, Balai POM atau Disperindag setempat agar dapat diambil suatu tindakan sesuai peraturan yang berlaku.
            Produsen sebaiknya selalu mencantumkan informasi tanggal kadaluarsa produknya di tempat yang mudah dicari/dibaca, dengan tulisan yang jelas dan mudah dimengerti artinya. Cetaklah informasi tersebut dalam bahasa Indonesia, standard format tanggal lengkap susunannya (mencantumkan tanggal, bulan, tahun), letakkan di dekat keterangan isi/komposisi bahan atau di dekat kode balok/kode batang (barcode), dengan latar berwarna putih dan tanggal berwarna hitam.
Pencantuman tanggal kadaluarsa yang mudah dibaca akan mempermudah dan membantu konsumen mengetahui “kualitas” dan “keamanan” produk yang dibeli, sementara pihak penjual/toko menjadi mudah untuk melakukan penukaran produk “lama” dengan yang “baru” ke pihak produsen/pabrik (Ads).

Jumat, 27 Agustus 2010

Buku : Aneka Resep Olahan Makanan Berbasis Ketela

Sejalan dengan dengan visi Pemerintah Jawa Tengah : Bali Ndesa Mbangun Desa (kembali ke desa membangun desa), dalam upaya mengangkat citra komoditas ketela (ketela pohon/singkong dan ketela rambat/ubi jalar) sebagai komoditi pangan unggulan dan menyehatkan, Tim Klaster Industri Makanan Berbasis Ketela-Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan sebuah buku berjudul : Aneka Resep Olahan Makanan Berbasis Ketela. Buku berukuran mungil diterbitkan dalam jumlah yang terbatas tersebut dibanderol dengan harga cukup murah hanya Rp 40.000,- (empat puluh ribu rupiah).

Buku ini berisi tentang :
  • Teknologi Pengolahan Gatot dan Tiwul Instan
  • Teknologi Pengolahan Tepung Singkong dan Ubi Jalar
  • Teknologi Pengolahan Tepung Mocaf (tanpa inokulum dan dengan inokulum)
  • Aneka olahan pangan berbasis singkong (makanan tradisional, aneka keripik, kerupuk, cake, dll)
  • Aneka olahan pangan berbasis tape singkong
  • Aneka olahan pangan berbasis tepung singkong (roti, kue, dll)
  • Aneka olahan pangan berbasis tepung Mocaf (roti, kue, makanan tradisional, dll)
  • Aneka olahan pangan berbasis Tiwul (tiwul bersolek)
  • Aneka olahan pangan berbasis ubi jalar
  • Aneka olahan pangan berbasis tepung ubi jalar
Buku yang berisi lebih dari 130 aneka resep tersebut dilengkapi pula dengan materi tentang : pemilihan bahan dan peralatan memasak, cara memasak dan pengolahan pangan, macam-macam ukuran yang biasa digunakan saat memasak/mengolah makanan, persyaratan usaha makanan, tata cara pengajuan permohonan SPP-IRT serta pengetahuan tentang bahan tambahan pangan (BTP).
Buku aneka resep tersebut diterbitkan untuk mengajak segenap lapisan masyarakat untuk mencoba memiliki dan mencoba membuat pangan olahan berbasis singkong dan ubi jalar, agar dapat mencicipi, mengagumi dan melestarikan keberadaan pangan lokal, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden RI no. 22 Tanggal 6 Juni 2009 tentang : Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal.
Melalui buku tersebut kita dapat menikmati berbagai kelebihan dan berbagai diversifikasi olahan pangan dari singkong dan ubi jalar, sebagai komoditas pangan non gluten, sehingga kita tidak lagi memandang sebelah mata singkong dan ubi jalar sebagai produk inferior atau tidak bergengsi. Padahal saat ini masyarakat di berbagai negara maju sudah mulai mencari alternatif pangan bebas gluten, karena gluten dapat memicu munculnya berbagai gejala gangguan kesehatan bagi masyarakat; sehingga alangkah ruginya kita apabila tidak memanfaatkan komoditas singkong dan ketela yang ditakdirkan oleh Allah SWT sebagai komoditas pangan yang tidak mengandung gluten, sebagai alternatif makanan sehari-hari kita melalui berbagai aneka olahannya. Buku ini layak untuk dimiliki, dipelajari dan dipraktekkan untuk pegangan dalam membuat berbagai jenis makanan yang layak disajikan pada setiap rumah tangga masyarakat Indonesia (Ads)